Untuk Kamu di Kamar Rindu

>> 11/07/14

Faliq Ayken


Hai kamuku, apa kabar? Masihkah kamu di dalam kamar yang
dulu kita cipta dengan sejuta kenangan? Kamu tak perlu jawab,
kalau tak ada jawaban. Aku hanya angin yang menghembuskan
nafas kerinduan.

Kamuku, setahun setelah menikah dengan kekasihku, aku selalu
mengingatmu dari pagi, siang, dan malam. Saat melihat wajah
istriku; saat jalan berdua bercakap tentang dunia perempuan,
kamu melintas tanpa batas; saat melantunkan ayat-ayat Alquran,
kamu melintas di atas larik-larik ayat sambil menggodaku,
bergoyang ke kiri ke kanan; saat menulis sajak cinta, kamu
melangkah diam-diam, menjejak hening tanpa suara.

Di hari pahlawan, 10 November 2012, kamu tak datang di pernikahanku.
Padahal kamu pahlawanku. Sabtu pagi sebelum melafalkan akad nikah,
kutulis sebait sajak, agar kamu tahu bahwa sekarang aku sedang menekuni
dunia kata-kata. Setelah membaca sajak ini, semoga kamu bahagia melihat
kebahagiaan kita.

"Selamat pagi, Tuhan. Hari ini, aku akan menikah dengan perempuan
yang paling kusayang. Berikan kasih sayang-Mu di setiap perjalanan."

Kamuku, istriku selalu menanyakanmu saat kuceritakan semua hal tentangmu.
Mulai dari wajah, rambut, dan tubuhmu. Katanya, "Aku ingin belajar pada
perempuan yang sering kausebut dalam percakapan kita."

Dalam doaku, "Semoga kamu tak kesepian di surga. Jika ingin keramaian,
datanglah ke tempat tinggalku. Jika ingin kehangatan, Tuhan akan selalu
memelukmu."

Surat cinta anakmu,
Liq!


Pondok Petir,
Minggu, 22 Juni 2014

Read more...

Teman di Ujung Senja*

>> 08/07/14

Yuni Budiawati


Tak sengaja
Ya... aku mengenalnya secara tak sengaja
Lewat jendela,
di ujung Selasa senja

Lewat jendela kami bercanda
Tertawa pada sikapnya yang manja
Menunjukan wajah ceria,
lewat jendela saat senja

Kini saat senja
Aku menutup jendela,
saat dia membukanya
Karena surat berwarna jingga,
yang ada di atas meja

Ya... surat cinta berwarna jingga
Dari seorang teman,
yang kukenal dengan tak sengaja
di ujung Selasa senja

Senja...
Bagaimana caranya kukatakan,
bahwa dia sangat menawan
Bagaimana caranya kukatakan,
bahwa dia sangat perhatian

Tapi senja...
Bagaimana bisa kukatakan,
Jika ada perempuan yang lebih menawan
Bagaimana bisa kukatakan
Jika bagiku dia hanya,
teman di ujung senja


Ciputat,
Jumat, 6 Juni 2014

* Lanjutan puisi 'Bingkai Senja'. Sabtu, 19 April 2014.

Read more...

Surat-surat Cinta kepada Bulan

>> 07/07/14

Oky Primadeka


Bulan, apakah surat-surat cinta yang kukirimkan sudah
sampai ke tanganmu? Sebab aku cemas ada burung malam
yang menyembunyikannya dalam lelap gelap. Surat-surat itu
berisi cerita-cerita kecilku saat aku sering salah mengetik
huruf dalam sajak-sajakku karena bayangkan pelangi indah
di matamu.

Bulan, tahukah bahwa bungkus surat-surat cinta yang
kukirimkan padamu adalah amplop yang kusulap dari
cahaya. Sengaja kubuat dari percik-perciknya agar rinduku
tak padam padamu.

Bulan, surat-surat cintaku padamu kugambari motif bunga
Jasmine. Pada tiap lekuk kembangnya kutiupkan namamu.
Sengaja agar namamu selalu harum dan terus mengalir di tiap
denyut nadiku.

Bulan, kertas yang kupakai untuk menulis surat-surat
cintaku padamu adalah kertas yang kubeli di toko tanpa
nama. Tak ada garis-garis di dalamnya seperti pada kertas
lazimnya. Sengaja, agar ungkapan cintaku tak terbatasi olehnya.
Aku ingin mencintaimu sepuas-puasnya.

Bulan, tinta yang kugunakan pun hanya tinta hitam.
Aku tak ingin cintaku terbaur warna lainnya.
Karena yang kuingat hitam adalah warna alis tebalmu.
Alis yang tersusun rapi seperti hutan kayu, menyesatkanku.

Bulan, seperti kusebutkan di awal sajak ini, cerita-cerita
kecil di surat-surat cintaku padamu sebagian besar adalah
cerita saat-saat aku salah mengetik huruf dalam sajak-sajakku.
Aku senang karena mengingatmu bagiku adalah zikir tanpa akhir.
Namamu adalah bisikan manja yang menuntunku berjalan susuri
belantara buku.

Bulan, jika redup malam buatmu gugup, maka tepiskanlah
pendar gelapnya karena ada butiran tasbih cahaya yang
kulekatkan di tiap petikan huruf-huruf namamu.
 
Bulan, jika surat-surat cintaku belum juga sampai padamu,
maka sajak ini adalah caraku menyatakannya kembali padamu.
Aku yakin dengan ini cintaku padamu 'kan terus meruang dan mewaktu.


Ciputat,
Kamis, 5 Juni 2014

Read more...

Cinta dalam Surat

>> 06/07/14

Khairini Lulut


Hai, bagaimana kabarmu, masih ingatkah kau padaku
Ingatkah saat waktu pertama kita bertemu
Aku masih ingat kau
menatapku dari kejauhan
seperti keindahan yang mengharukan
Dan saat itu… seakan matamu bicara
Tetapi mulutmu tidak berkata-kata

Bacalah secarik kertas ini
Cakrawala aksara yang menggores kertas ini
bukanlah sebuah hipotesis
Ini adalah curahan hatiku saat ini
Dan aku akan mulai bercerita

Aku ada di kerumunan dan keramaian kota
Dan akan ada banyak sekali yang bisa kulihat
Tetapi sama seperti halnya kulihat gambar gestalt
aku memilih melihatmu

Ketika pandangan mataku bertemu matamu
Seakan ada bulu panah yang menusuk jantungku
Waktu mendadak lenyap, membeku dibenakku
Tetapi bumi tetap berputar pada pijakanmu

Kini aku telah jatuh pada palung terdalam
Sebongkah matahari terbit dan terbenam
Namun aku merasa hampa dalam nirwana
Jantungku sakit…
Tetapi stetoskop hanya mengatakan bahwa aku jatuh cinta

Dan tahukah kau
Perasaan ini, telah menyublim dan mengkristal
Dan yang kutahu,
kau dan aku ditakdirkan sebagai rectoverso, utuh dan satu

Mungkin aku sungguh naïf mencintaimu…
Namun rinduku pecah sebanyak denyut jantungku
Dan kini aku menunggumu
Karena selalu ada kata rindu yang 'kan memaksa tuk bertemu


Ciputat,
Minggu, 22 Juni 2014

Read more...

Pesan Terakhir

>> 04/07/14

Herry Oktav


Aku masih ingat terakhir kali kukirim surat cinta untukmu
Aku tuangkan tinta, mengalir sepenuh hati
Tiap tetesnya menuangkan perasaanku yang terdalam
Tanpa rekayasa, tak ada keraguan

Aku juga teringat terakhir kali ibu mengirim surat untukku
Aku baca dalam sepi, meresapi setulus hati
Tiap ejaannya memberikan cinta kasih yang terdalam
Tanpa rekayasa, tak ada kepalsuan

Aku masih ingat terakhir kali kukirim surat untuk ibu
Aku torehkan keluh-kesah, sepenuh hati
Tiap kata mencurahkan kemanjaanku yang terdalam
Tanpa rekayasa, tak ada kepalsuan

Aku juga teringat terakhir kali kukirim surat untuk guru
Aku tulis keresahanku, setulus hati
Tiap kalimat menunjukkan kebodohanku yang terdalam
Tanpa rekayasa, tak ada kepalsuan

Aku masih ingat terakhir kali guru mengirim surat untukku
Aku pelajari bahasanya, sepenuh hati
Tiap paragrafnya memberikan keteladanan yang terdalam
Tanpa rekayasa, tak ada kepalsuan

Aku pun teringat terakhir kali kaukirim surat cinta untukku
Aku buka suratmu perlahan, setulus hati
Tiap lembarnya berisi kekecewaanmu yang terdalam
Tanpa rekayasa, tak ada keraguan

Aku tahu, "Ini pesan terakhirku untukmu."


Ciputat,
Sabtu, 7 Juni 2014

Read more...

Tinta Sapardi

>> 02/07/14

Faliq Ayken


Selamat datang, Juni, masuklah ke dalam sajakku!
Barangkali ada diksi menggigil, memanggil pelukanmu
Selamat menikmati sajakku, Sapardi, bacalah pelan-pelan!
Agar Juni bisa ikutimu, baca sajakku yang bukan sajak hujan

Setiap awal bulan Juni, kudeklamasi sajak-sajakmu, Sapardi
Hujan Bulan Juni, buku sajakmu kubuka kubaca berulangkali
Terkadang tersentak, terbelalak
Terkadang hilang, tak berbilang
Hanyut dalam aliran sungai kata-katamu

Jika saja aku adalah seorang penyair,
akan kusulam kata-kataku dengan jarum-benang milikmu
Jika saja aku adalah Juni,
akan kutulis sajak bukan hujan milikku
tanpa gigil, tanpa gemercik air

"Di balik jendela, kududuk menunggumu dengan dada berdegup kencang.
Buku sajakmu di tangan kiri, pena di tangan kanan.
Pikiran melayang-layang, mata melihat keluar mengharap kaudatang.
Langit-langit mendung, guntur bergemuruh.
Kaudatang, hujan tak juga turun.
Tak akan turun."

Sajak Sapardi berlumuran
Juni berlumuran tinta hitam
Hitam tanda keabadian


Pondok Petir,
Minggu, 1 Juni 2014

Read more...

  © KOLIBÉT Komunitas Literasi Alfabét by Ourblogtemplates.com 2014

Log In