Tinta dalam Secarik Kertas

>> 20/06/14

Yuni Budiawati


Aku ingin menulis sajak
Di atas secarik kertas
yang kutemukan di tas

Aku tak tahu pasti,
apa yang ingin kutulis
Tentang langit yang biru?
Tapi langit sedang kelabu
Tentang duka cinta?
Aku juga tak tahan dengan airmata
Atau tentang masa depan,
yang tak tahu kapan akan datang?

Ah... aku tak tahu!

Aku tak tahu apapun,
tentang sajak ataupun pantun
Kini di atas kertasku itu
hanya coretan tak menentu

Tinta   Tinta   Tinta   Tinta
               Tinta
               Tinta
               Tinta
               Tinta
               Tinta


Ciputat,
Jumat, 30 Mei 2014

Read more...

Pena Empat Warna

>> 19/06/14

Joni Rolis


Hari ini, seseorang termangu di saung taman,
menanti hujan sedari pagi
Pena empat warna di tangan,
melengkungkan nalar dalam catatan

Jika Hijau satu,
mungkin Merah dua,
dan tiga, Biru
hitam, setelahnya

Dari balik tirai hujan kini, seorang berpayung
Teman dua tahun satu gedung
Duduk sapa, sapa pergi, untukku satu payung
Tinta merah, kala dia pergi
Mengalirkan kata dalam catatan

Dari balik tirai hujan, seorang berpayung
teman lain satu gedung
Sapa datang, dilihatnya jam, lalu pergi
Dimintanya satu payung
Tinta hitam kini
Mengguratkan kata dalam catatan

Dari balik tirai hujan, seorang berpayung
Teman lain satu gedung
Sapa duduk, labun, sapa pergi
Tinta biru kini
Mengalunkan kata dalam catatan

Dari balik tirai hujan, seorang yang lain
Teman
Duduk sapa, berlabun-labun

Satu payung untuknya,
mereka pergi
Tinta hijau dalam buku mungkin,
kala hujan berhenti nanti


Tajurhalang,
Minggu, 1 Juni 2014

Read more...

Kepak Sayap Patah

>> 18/06/14

Khairini Lulut


Bap, terdengar suara terjatuh
Tak kulihat seseorang di mana pun
Karena suara jatuh itu bukanlah suara jatuhnya seseorang
Apakah uang logamku terjatuh?
Tapi, ah... bukan
Itu bukan suara gemerincing
Apatah hatiku yang terjatuh dan tertinggal di belakang
Ternyata tidak, masih dalam tubuh dan berdegup semakin cepat

Kembali kuberjalan ke belakang, mencari di mana asal bunyi jatuh itu
Melihat apa yang kutemukan terbelalak mataku
Sebuah sarang burung yang di dalamnya terdapat anak burung
Seekor anak burung, kecil, menciap
Dan kuambilnya dari tanah dengan sigap

Keriang keriut suara pohon bambu tertiup angin
Mengawali derap langkahku sambil membawa sarang burung yang kutemukan
Sampai di rumah aku berganti pakaian
Segera melihat burung yang kutinggalkan di halaman

Ah, mengapa dengan sayapnya?
Satu sayapnya tak dapat dikepakkan
Sejurus itu aku langsung merawatnya
Hingga akhirnya sayap itu mampu dikepakkan

Dan kini tiba saatnya,
aku siap menerbangkannya
Bersamaan dengan desau angin
Kulihat kepergiannya hingga terbang jauh

Lalu bagaimana dengan aku yang masih tertinggal di sini?
Mungkin sayapku pun patah dan aku masih jalan terhuyung-huyung
Mengejar ketertinggalan mereka yang sudah di puncak
Dan aku yang berada di lembah,
berharap sampai...


Pamulang,
Minggu, 25 Mei 2014

Read more...

Pemburu Burung

>> 11/06/14

Faliq Ayken


Menjelang pagi,
burung-burung semakin liar
Ada yang singgah di reranting pepohonan
Ada yang terbang mencarikan
ranting untuk disinggahi

Kami adalah sekelompok orang lapar,
pemburu burung-burung besar
Senjata kami adalah senapan wewangian
Sekali tembak, dada burung-burung meruap-ruap
mati di ruang kenikmatan

Pagi datang, kami pulang
Membawa uang hasil berburu semalam
Burung-burung besar
menjanjikan banyak uang
Burung-burung besar
membuat keluarga pemburu
tak mati kelaparan

Tuhan, memburu kami!


Pondok Petir,
Minggu, 18 Mei 2014

Read more...

Jadi Rajawali

>> 07/06/14

Yuni Budiawati


Dulu aku pemalu
Sendiri menyepi di balik bilik

Dulu aku penakut
Sembunyi diri di sisi sepi
Bermimpi jadi Merpati
Tapi tak mau terbang tinggi
Sakit kalau jatuh

Lalu aku didorong Ibu
Tersungkur di ujung pintu
Ibu buka jendela, Ibu buka pintu
Tangannya dikibaskan maju mundur
Menyuruh udara segar masuk
Dan aku hirup

Aku sadar, aku lapar
Udara yang kuhirup sesakkan dada
Kurang! Aku ingin udara yang lebih segar
Rasanya ingin punya sayap
Jadi Merpati! Ah... sekalian Rajawali saja
Biar tak usah capek kepakkan sayap
Cukup bentangkan di udara lepas


Sukabumi-Jakarta,
Minggu, 25 Mei 2014

Read more...

Mencari Kabar Burung

>> 06/06/14

Herry Oktav


Dingin menggigili tubuhku
Dibekukan kabar kepergiannya
; kaku

Siangi bulu kuduk
Seketika aku menjelma burung tiada sayap
Binar tak lagi ada
Kepak diradang amis

               Lunglai; terkulai
               Nanar; kosong

Aku hanya flamingo
di dataran es; terlantar
Aku cuma penguin
di Gurun Sahara; terkapar

Kabar burung memang
Tentangku, pun juga tentangnya
Berlalu terlalu cepat
; tak mungkin

               Pales; tak semerdu simfoni dalam vinil

Aku hanya burung tak berparuh,
Terhempas badai,
atau dedaunan tersapu angin
Mencari tanya dalam pilu
Haruskah kuganjar tanya itu dengan sajak kelu?


Ciputat,
Sabtu, 17 Mei 2014

Read more...

Burung Layaran

>> 05/06/14

Oky Primadeka


Mengapa kita masih menunggu senja yang sudah tentu akan
datang di pertengahan ketika musim menggugurkan daun-daun
siang kepada bumi malam. Kita adalah burung yang sedang
terbang mencari-cari bahan sarang yang nyaman di bising
belantara hutan kehidupan supaya bisa pulang dengan tenang,
teduh di bawah kelebat bendera senja menuju rangka perbukitan
di seberang lautan.

Kita sering bertanya, seberapa kuatkah sarang kita nantinya
sebab mungkin sekali kibas angin yang kejam dengan seketika
menghempaskan sarang yang sudah kita bangun untuk anak
cucu. Kita sering khawatir, saat semua yang kita miliki satu
persatu hilang atau merapuh: mata yang tajam memandang,
kicau suara yang merdu dan lantang, serta cengkeram kuat kaki
kita atas bumi. Pada akhirnya, semua ditelan waktu, menghujan,
merintik, lalu jadi kenangan.

Langit yang ramah adalah surga kehidupan bagi burung-burung
camar di siang lautan, juga bagi kita di mana bulan sepenuh hati
tersenyum terang menyelimutkan rasa tenteram di malam
tanggal-tanggal mudanya. Di mana bintang mengedip-
ngedipkan mata cahayanya, merasi format biduk yang
menyimbolkan bahwa hidup adalah pelayaran.

Dan senja adalah bel bisu pulang kembali ke asal mula selepas
berperjalanan berlayar mengarungi samudra-samudra. Kita
harus ingat bahwa gemuruh ombak bergelombang adalah suara-
suara getir kehidupan yang mengabarkan dan menjadikan kita
sebagai kita yang utuh.

Sebelum kita benar-benar sampai di rumah labuhan, mari kita
tuliskan nama kita pada sebongkah batu. Semoga, anak cucu kita
mewarisi jiwa keberanian melebihi keras zamannya.


Ciputat,
Minggu, 25 Mei 2014

Read more...

Di Balik Daun

>> 03/06/14

Joni Rolis


Kuhinggapi pohon rindang sore itu
Di balik daun-daun, ku tak ingin dirimu tahu
Berharap bisa memandangmu
Yang duduk manis bersandar batu

Sore itu, langit berawan hitam
Mungkin sedang muram
Melupakanmu tenggelam dalam kelam
Meski lelah, kamu tersenyum dalam diam
Mata indah itu perlahan terpejam
Menghantarkanmu dalam tidur yang dalam

Hujan muram mulai menitikkan air matanya
Dia mungkin tak ingat lagi
Dirimu masih terlelap di bawah pohon rindang ini
Mencoba menjauh dari kelam dunia

Aku yang di balik daun-daun sore itu
Hanya bisa memayungimu
Dengan sayap kecilku
Dari rintik hujan jatuh di sela daun, coba basahi dirimu

Kini, mungkin hari sudah malam
atau hujan yang tak berhenti muram
Ku tak tahu kapan kembali dari tidurmu
Namun biarkanlah diriku menemanimu
hingga sebelum kaubangun
Ku 'kan kembali hinggapi ranting di balik daun-daun itu


Ciputat,
Minggu, 18 Mei 2014

Read more...

  © KOLIBÉT Komunitas Literasi Alfabét by Ourblogtemplates.com 2014

Log In